Angin Indonesia yang selama ini
penuh dengan asap rokok kini mendapatkan angin segar terkait keluarnya
Peraturan Pemerintah RI nomor 109 tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang
mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. Benda kecil tapi dianggap sebagai Tuhan 9cm
oleh Taufik Ismail ini dikonsumsi oleh lebih dari 67% laki-laki dewasa di
Indonesia dan diperkirakan merugikan Negara hingga 245 Triliun. Mungkin benar
yang dikatakan Taufik Ismail bahwa rokok itu seperti Tuhan, berbagai upaya
pemerintah dan masyarakat dalam memerangi rokok seperti tidak berpengaruh apa-apa.
walaupun semua orang sudah tau berbagai zat karsinogenik dan berbahaya
dikandung oleh rokok, tetap saja hampir setiap orang membawa rokok kemanapun
mereka pergi.
Membuat aturan untuk mengendalikan
benda kecil ini tidak semudah yang kita bayangkan. Lihatlah bagaimana
pemerintah sangat lamban dalam mengesahkan aturan ini. Bahkan beberapa pasal
tentang rokok pun sempat hilang di DPR. Padahal UU no 36 tahun 2009 tentang
kesehatan telah sangat jelas menjamin
udara yang bersih sebagai hak warga Negara.
PP nomor 109 tahun 2012 ini adalah
bentuk keberanian pemerintah melawan perusahaan rokok yang sangat menguasai
perekonomian dalam negeri. Ini juga sebagai bentuk kepedulian pemerintah akan
kesehatan anak bangsa. Jika mencermati PP ini, PP ini dengan sangat tegas
membatasi akses masyarakat untuk mengkonsumsi rokok. Ada beberapa cara yang
digunakan oleh PP ini diantaranya, yang pertama adalah membuat kawasan bebas
asap rokok. Dengan kawasan bebas asap rokok akan memaksa perokok untuk tidak
merokok disembarang tempat. Setiap pemda nantinya juga diminta untuk membuat
kawasan bebas asap rokok ditempat-tempat umum. Kedua adalah dengan mendesign
pembungkus rokok se-menakutkan mungkin. Jadi pada pembungkus rokok akan
disimpan gambar efek dari merokok yang menyeramkan dan tulisan peringatan. Ketiga,
dengan membatasi periklanan rokok. Semua kata-kata mengajak untuk merokok atau
kata-kata yang mencitrakan rokok itu baik dan keren dilarang. Ketiga hal ini
diharapkan menjadi batu sandungan bagi masyarakat yang mencoba untuk merokok.
Akantetapi, ketiga batu sandungan
tersebut menciptakan implikasi-implikasi baru. Pemerintah harus menciptakan system
yang mampu mengontrol agar ketiga hal tersebut berjalan. Bagi perusahaan rokok
dan orang yang melanggar harus diberi sanksi yang tegas. Implikasi lainnya
adalah pemerintah harus mampu memberikan pekerjaan baru kepada ribuan buruh
pabrik, penjual dan petani rokok. Pembatasan rokok akan menurunkan konsumsi
rokok yang berujung pada penurunan produksi rokok mulai dari hulu, distributor
hingga hilir. Pembukaan lapangan pekerjaan baru bagi buruh dan alih lahan bagi
petani tembakau perlu dipikirkan pemerintah agar PP tidak menciptakan
instabilitas di tengah masyarakat.
Menurut penulis, PP ini sebenarnya
belum cukup untuk benar-benar memerangi rokok. Kawasan bebas asap rokok
kira-kira akan sangat sulit diimplementasikan, apalagi budaya masyarakat yang
sering menyogok jika mendapatkan perkara. Upaya menciptakan ketakutan dengan
design pembungkus rokok pun nantinya akan menciptakan resistensi. Lihatlah tulisan
peringatan bahaya rokok hanya menjadi bahan candaan ditengah masyarakat. Jika pemerintah
memang berniat untuk melindungi warganya dari bahaya rokok, seharusnya yang
menjadi focus utama adalah menaikkan pajak rokok. Harga rokok di amerika saja
sekitar 10 dollar (lebih dari 100.000 rupiah). Dengan menaikkan pajak rokok
penulis yakin akan benar-benar menurunkan jumlah perokok di Indonesia.
Semoga kita semua bisa kembali ke
Tuhan kita masing-masing, tidak lagi menuhankan benda mematikan yang hanya
9cm..insya Allah.
Izin Share Kanda :)
BalasHapusSiap komandan..
BalasHapus