Dari berbagai teori tersebut dapat kita menarik
benang merah bahwa pemimpin besar adalah seseorang yang memiliki karakter yang
pas dengan zamannya. Kita dapat melihat bahwa Soekarno selalu dikatakan sebagai
pemimpin besar Bangsa karena Soekarno memiliki karakter berani, orator dan
cerdas dalam mensintesiskan gagasan. Saat itu, kondisi Indonesia berada pada
tingkat dengan mental yang lemah. Berkat kemampuan orasi dari Soekarno, beliau
mampu membangkitkan mental tersebut. Dengan keberaniannya, Belanda dapat diusir
dari Indonesia, dan berkat kecerdasannya dalam mensintesiskan berbagai gagasan
maka lahirlah pancasila yang merupakan ideology Bangsa Indonesia.
Begitu Pula Rasulullah SAW. Ditengah permintaan
Ummat agar Rasulullah menunjukkan mukjizat ajaibnya (seperti Nabi Musa as yang
mampu membelah lautan, atau nabi Ibrahim yang tidak dibakar oleh api), justru
Rasulullah menunjukkan kelebihannya dengan kecerdasannya mengolah kata. Pada
masa itu, syair-syair di Jazirah Arab berkembang dengan pesat dan Rasulullah
menunjukkan Alqur’an sebagai syair terindah di Bumi. Selain itu Rasulullah
dapat menunjukkan bagaimana karakter jendral (pemimpin perang), presiden
(kepala pemerintahan), ayah (kepala rumah tangga) dan Rasul (pemimpin
spiritual) dapat diintegrasikan dengan sangat indah.
Oleh karena itu, sudah jelas bahwa saat ini
Indonesia membutuhkan karakter pemimpin yang sesuai dengan situasi Indonesia
saat ini. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kondisi Indonesia saat ini
sehingga karakter pemimpin apa yang kita butuhkan?
Mengenai kondisi Indonesia, sudah penulis paparkan
pada pendahuluan. Intinya adalah Indonesia saat ini sangat jauh dari kondisi
ideal bangsa yang dicita-citakan oleh soekarno (konsep trisakti).
Untuk berbicara mengenai karakter ideal pemimpin Indonesia
penulis ingin membahas mengenai kejayaan Islam pada abad 8-11 M. kejayaan Islam
pada masa itu merupakan kenangan terindah dan selalu menjadi nostalgia para
pejuang Islam. Akantetapi, banyak pula yang berpendapat bahwa kejayaan islam
tersebut adalah momen kejayaan yang sudah sampai pada batasnya. Sama seperti
kejayaan mesir yang sudah sampai pada masanya, kejayaan Cina yang masa nya
sudah selesai dan Yunani yang hanya bisa Berjaya pada masanya.
Akantetapi, yang perlu kita perhatikan adalah apakah
benar pada abad ke 8-11 M benar-benar masa kejayaan Islam? Sebenarnya pada masa
itu, tidak lah sepenuhnya masa kejayaan Islam. hanya saja pada masa itu,
orang-orang islam berhasil menguasai pengetahuan dan teknology sehingga seluruh
peradaban di Bumi berkiblat pada Islam. sama pula seperti Cina, Yunani dan
Mesir. pada masa itu mereka berhasil
menguasai pengetahuan dan teknology secara maju. Bedanya adalah kemajuan pada
abad 8-11 M didasarkan pada cara berpikir Islam. Cara berpikir Islam adalah
tetap menekankan bahwa realitas alam semesta merupakan makhluk dari Allah SWT.
Jadi untuk mendorong kemajuan bangsa, kita harus menitikberatkan pembangunan
Bangsa pada penguasaan pengetahuan dan technology yang didasarkan pada cara
pandang Islam.
Selain itu, pemimpin Indonesia harusnya dapat
memandang globalisasi secara proporsional. Globalisasi adalah keniscayaan
sehingga tidak perlu kita hindari tapi harus kita hadapi dengan proporsional.
Cobalah lihat bagaimana Islam di abad 19 yang sangat dipengaruhi oleh pemikiran
Rasyid Ridha yang sangat konservatif dan fundamentalis. Mereka berusaha menutup
diri dari dunia luar yang pada akhirnya dengan bangga membentuk ikhwanul
muslimin (persaudaraan kaum muslimin) sementara Eropa dan Amerika pada saat itu
sedang merlakukan transformasi luar biasa menuju peradaban yang sangat maju.
Tidak ada yang salah dengan ikhwanul muslimin tetapi ketertutupan akan kemajuan
peradaban bangsa lain adalah kebuntuan.
Akantetapi, globalisasi juga jangan dianggap sebagai
santapan yang sangat lezat sehingga kita mabuk didalam nya. Kemerosotan moral
akibat hegemoni budaya barat dan dikurasnya sumber daya alam milik bangsa
merupakan akibat dari bobroknya bangsa ini dalam mengahdapi globalisasi.
Rasulullah sudah menganjurkan agar kita belajar
hingga ke negeri Cina. Artinya belajar dari peradaban lain yang lebih maju
diperbolehkan bahkan dianjurkan. Jangan lagi menatap peradaban Barat sebagai
monster menakutkan yang harus dihindari. Melainkan kita harus menatapnya
sebagai sesuatu yang harus dipelajari dan dikritisi.
Suatu ketika Rasulullah melihat empang yang luas
yang menghidupi orang-orang disekeliling empang tersebut. Rasulullah pun
menanyakan kepada sahabat, bahwa siapakah pemilik empang tersebut. Maka sahabt
menjawab si fulan. Rasulullah pun berkata bahwa empang ini harus dikelola oleh
Negara karena empang tersebut merupakan tempat bergantung banyak orang. Hadits
tersebut sebenarnya tidak memiliki arti yang sama seperti penulis paparkan.
Akantetapi, penulis memaknai hadits tersebut seperti diatas.
Ajaran Rasulullah tersebut rasanya sejalan dengan
pancasila yang mendorong agar bumi, air dan kekayaan Negara lainnya dikuasai
oleh Negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pemimpin
Indonesia harus mendorong pengusaan “empang” ditangan pemerintah.
Mengenai karakter-karakter lain, nampaknya
Rasulullah telah memberikan contoh bagaimana kejujuran yang amat tinggi, kasih
sayang yang amat indah dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar