Rabu, 06 Februari 2013

compassion

Ditengah globalisasi yang semakin meluas di abad 20 ini, kita masih sangat sering melihat ikatan primordial yang begitu mengakar di masyarakat kita. Ikatan primordial seperti  kesukuan ataupun keagamaan seperti menjadi ideology tersendiri diantara para pengikutnya. Beberapa waktu yang lalu, teman angkatan saya di kedokteran unhas terkena sabetan parang dilehernya akibat dampak perang antar suku yang meluas di Makassar dan nampaknya hampir tiap tahun ada saja orang yang meninggal karena kericuhan yang dipicu oleh ikatan primordial ini.

Anehnya, loyalitas kesukuan terus terpelihara hingga di tingkat pemuda dan mahasiswa. Mading-mading di berbagai universitas dihiasi dengan pamflet musyawarah besar berbagai organda (organisasi daerah). Di beberapa kampus bahkan ikatan kekusukuan menjadi kekuatan politik tersendiri untuk merebut kekuasaan di tingkatan eksekutif mahasiswa. Entah apa yang diajarkan atau apa yang menjadi tujuan mereka, tetapi bagi saya ikatan kesukuan berlebihan ini tidak ada bedanya dengan ikatan kesukuan  pada zaman pra-Islam.
Sebelum Islam lahir, ikatan kesukuan diantara suku-suku di Arab sangatlah kental. Seperti pepatah popular Arab :”bantulah saudaramu entah dia sedang dirugikan atau merugikan orang lain.” Saudara yang dimaksud tentu saja orang yang satu suku. Setiap anggota suku di Arab harus selalu siap membela kerabatnya. Seperti sebuah syair Arab kuno :”aku seorang Ghazziyya, jika ia berada pada pihak yang salah maka aku akan berdiri dipihak yang salah dan jika Ghazziya ke arah yang benar aku akan pergi mengikutinya.”
Loyalitas tak terbatas pada suku tertentu tidaklah lebih buas seperti yang dilakukan oleh Amerika dan Eropa. Ekspansi ekonomi Amerika diperluas seluas-luasnya bahkan telah berubah menjadi imprealisme ekonomi dengan tujuan untuk memakmurkan diri dan bangsa mereka sendiri. Eropa dengan hegemoni budayanya telah memaksa masyarakat global berbudaya tunggal, budaya barat. Tidaklah layak memelihara chauvinisme ditengah masyarakat kita sementara selama ini kita mencerca chauvinisme ala Barat.
Masa pra-Islam yang dikenal dengan sebutan masa Jahiliyah (masa kegelapan atau masa kebodohan) coba didobrak oleh Rasulullah dengan Islam. perang antar suku sebagai efek dari ikatan kekerabatan yang terlalu kental direduksi dengan ajaran silaturahmi. Ajaran silaturahmi yang tidak terbatas hanya untuk sebatas kerabat sesuku atau seagama atau masyarakat sebangsa atau sesama manusia tetapi untuk seluruh alam semesta. Inilah yang disebut sebagai rahmatan lil alamin. Rahmat bagi alam semesta.
Yesus pun  datang ke Bumi untuk mengajarkan ajaran kasih. Ketika ajaran yang berkembang pada masa itu “mata diganti mata, gigi diganti gigi, Yesus justru berkata janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat padamu, siapapun yang menampar pipi kirimu maka berikan jugalah kepadanya pipi kananmu. Yesus mengajarkan kita untuk mengasihi seluruh manusia bahkan musuh sekalipun.
Konfusius, seorang guru Bijak dari China mengajarkan kepada kita Ren. Ren berarti memperlakukan semua orang dengan hormat. Jangan melakukan sesuatu yang jika hal itu dilakukan pada diri anda, anda tidak menyukainya. Jika anda tidak suka wilayah anda diserang maka janganlah menyerang wilayah musuh. Juga yang penting dari Ren, jika anda ingin mendapatkan pangkat tertentu maka bantulah orang lain untuk mendapatkannya. Kesemua ajaran ini mengajarkan kita cinta universal. Bukan persaudaraan buta juga bukan loyalitas tak terbatas.
Francis Fukuyama pun telah mengingatkan kita bahwa Negara-negara yang memiliki hubungan kekeluargaan yang kuat cenderung korup dan nepotism. Mungkin ajakan Karen Armstrong untuk mengembangkan Compassion (rasa belas kasih) untuk seluruh umat manusia penting untuk dijadikan rujukan kita. Karen Armstrong pun telah mengingatkan bahwa insting Fighting, feeding, fleeing and reproduction (berkekahi, makan, kabur dan kawin) adalah insting reptile yang merupakan nenek moyang manusia dulu. Homo sapiens telah berevolusi dan mengembangkan system untuk melindungi diri dari keempat insting ini. Kita adalah homo sapiens, bukan lagi reptile purba.
Semoga kekerasan yang dipicu oleh ikatan-ikatan primordial dapat tereduksi dan akhirnya kita dapat hidup dengan shalom (damai) dengan masyarakat global.

Tulisan ini terinspirasi oleh diskusi lepas dengan teman-teman di kedokteran Unhalu (kendari) dan kami sama-sama menyampaikan keprihatinan akan makin mengakarnya ikatan primordial dikampus




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pencarian