Jumat, 09 Mei 2014

Pergulatan ide di kereta api

Dulu, ketika Monarki dan Gereja tegak berdiri di Bumi, kelas menengah berjuang untuk meraih kebebasan individu dan kesamaan hak meraih peluang ekonomi (menjadi pemodal) dan politik (penguasa). Dan kemudian lahirlah gerakan liberal untuk mencapai hal tsb. Dan kini, ketika liberalisme telah menggantikan peran gereja dan Monarki, kelas menengah dan bawah kembali berjuang untuk menuntut kesamaan dalam mencapai peluang ekonomi dan politik. Jika begitu, benarlah kata Marx bahwa motif seseorang itu adalah motif ekonomi dan benar pula kata Nietsche bahwa motif manusia adalah kekuasaan. Akan tetapi, Marx mungkin salah menyebut agama sebagai candu. Justru mungkin agama lah yang menjadikan dunia tidak kacau (agama : tidak kacau). Muntahari menyebut bahwa setiap orang membutuhkan tempat bersandar. Olehnya itu, agama menyediakan motif itu, sebagai tempat sujud kepada Tuhan. Jika manusia menjadikan ekonomi sebagai motifnya, maka mewujudkan masyarakat sosialis seperti yang dicita-citakan Marx adalah keniscayaan. Karena menciptakan kelas akan selalu menyebabkan protes dan gerakan dari proletar. Tetapi bagi saya, tatanan masyarakat sosialis itu utopis untuk diwujudkan. Selain itu, Quraish shihab menyebutkan, Al Maidah ayat 3 (Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu). Diksi "cukup" pada nikmat menunjukkan bahwa nikmat adalah hal yang tidak bisa disempurnakan, olehnya itu, Tuhan menggunakan diksi "cukup" untuk kata nikmat. 

Kembali kepersoalan motif, agama menyediakan motif untuk sujud kepada Tuhan, bahkan kekuasan dan ekonomi pun harusnya dijadikan alat untuk bersujud. Sepertinya, ramalan Fukuyama salah, yang menyebutkan demokrasi liberal sebagai akhir dari sejarah dunia. 

#catatan perjalanan Jakarta-Solo

1 komentar:

  1. Abis baca buku rampokan jadi berfilsafat ya bang haha
    Selama belum ditampar, manusia tak akan menuju utopis 2.0 bermotif agama. Pengajaran dan keteladanan selalu gagal dalam menuntunnya. Sedangkan pengajuan sistem tak henti-hentinya mendapatkan resistensi. Memang, manusia perlu ditampar.

    BalasHapus

Pencarian