Kamis, 06 Juni 2013

Paradoks Rokok

Sebelumnya saya telah menuliskan tanggapan saya terkait lahirnya peraturan pemerintah tentang pembatasan tembakau. http://raisreskiawan.blogspot.com/2013/01/babak-baru-asap-rokok-di-bumi-indonesia.html

kemudian penulis melihat, setalah kita baru saja melewati tanggal 31 mei yang merupakan hari anti tembakau diskusi mengenai penolakan ataupun penerimaan rokok tetap saja berlangsung. Secara umum, ada masyarakat yang pro maupun kontra terhadap rokok. pada tulisan ini penulis mencoba menjawab beberapa sangkaan terhadap rokok.

Rokok baik untuk kesehatan
Beberapa penelitian yang diutarakan oleh masyarakat pro rokok menunjukkan bahwa rokok sebenarnya baik untuk kesehatan. Tentu penelitian ini kurang populis di telinga kita sebab dibungkus rokok pun sudah tertulis bahaya rokok. Selain itu, penulis adalah mahasiswa kedokteran yang telah kuliah selama 4 tahun, tidak pernah sekalipun mendengar ataupun membaca buku, teks book, ataupun jurnal yang menunjukkan rokok itu baik untuk kesehatan. Bahkan beberapa penyakit yang idiopatik (tidak diketahui penyebabnya) memiliki kecenderungan diderita oleh para perokok.

Rokok adalah hak setiap orang
Manusia adalah makhluk yang bebas untuk melakukan apapun. Akantetapi, untuk hidup dalam kehidupan madani ataupun sejahtera tentu diperlukan pembatasan terhadap kebebasan manusia itu. Pembatasan terhadap kebebasan itulah yang disebut sebagai aturan. Olehnya itu, manusia memiliki kebebasan yang terbatas, terbatas oleh kebebasan orang lain. Misalnya, setiap orang berhak membunuh, tetapi karena orang lain memiliki kebebasan untuk hidup maka lahirlah aturan tentang larangan untuk membunuh. Begitu pula dengan rokok. Setiap orang memiliki kebebasan untuk merokok tetapi setiap orang juga memiliki kebebasan untuk menghirup udara yang segar. Olehnya itu, lahirlah UU kesehatan yang memberikan hak kepada setiap orang untuk menghirup udara yang segar. Persoalan rokok tidak hanya pada batang rokok, melainkan juga pada asapnya. Beberapa penelitian bahkan menunjukkan bahwa menghirup asap rokok tiga kali lebih berbahaya dari mengkonsumsi rokok.

Kretek adalah bagian dari budaya Indonesia yang harus dilestarikan
Kelompok pro rokok ataupun kretek menganggap bahwa kretek adalah warisan budaya yang harus dilestarikan. Perlawanan terhadap rokok dianggap sebagai perlawanan terhadap warisan leluhur.
Kretek memang sudah ada di Indonesia sejak zaman dulu dan terus berkembang hingga kini. Persoalannya adalah apakah kretek harus tetap dipertahankan?
Mari kita melihat berbagai warisan masa lalu bangsa ini. Berbagai minuman beralkohol seperti tuak, arak atau ballo bahkan telah menjadi minuman khas di setiap daerah di Indonesia. Melestarikannya dengan cara memuseumkan budaya tersebut mungkin masih layak untuk dilakukan, tetapi apakah mungkin kita memproduksi minuman beralkohol khas bangsa sendiri kepada masyarakat Indonesia dengan dalih pelestarian budaya? Menurut hemat penulis, tidak semua warisan leluhur harus dipertahankan. Kepercayaan animisme dan dinamisme juga merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia yang sudah ditinggalkan karena terbukti dekonstruktif. Ca’doleng-doleng dan pelacuran adalah fenomena yang tersebar di seluruh penjuru negeri dan diduga sudah ada sejak zaman dulu. Akantetap, tidak mungkin dengan dalih pelestarian warisan masa lalu, kita mempertahankan ca’doleng-doleng dan pelacuran.

Perusahaan farmasi berada dibalik gerakan anti rokok.
Masyarakat anti rokok menuding perusahan transnasional farmasi lah yang berada dibalik scenario pemberantasan rokok. Menurut hemat penulis, telah terjadi kesalahan berpikir disini. Apakah motif perusahaan transnasional farmasi membiayai berbagai penelitian tentang bahaya rokok dan membayar organisasi-organisasi dunia untuk menolak rokok?
Justru jika benar perusahaan farmasi melakukan itu maka sesungguhnya perusahaan farmasi sedang berusaha membangkrutkan perusahaan mereka sendiri. seperti yang kita ketahui, rokok merupakan salah satu faktor predisposisi penyebab berbagai penyakit. Dengan membiayai gerakan anti rokok maka akan mengurangi jumlah orang sakit. Dengan berkurangnya orang sakit maka konsumsi obat akan menurun sehingga tentu saja akan berujung pada penurunan pendapatan perusahaan rokok. Justru merupakan sebuah kesalahan fatal jika perusahaan transnasional farmasi lah yang mendukung gerakan pro rokok.

Rokok sebagai penyumbang pendapatan negara
Kelompok pro rokok menganggap rokok sebagai asset bangsa yang sangat berharga akibat sumbangannya terhadap APBN Negara kita. Pemasukan cukai rokok sebesar 32,6 - 55 triliyun, tetapi biaya pengobatan penyakit akibat rokok. Selain itu, kesehatan manusia Indonesia adalah harga mati dan tidak dapat ditukar dengan uang berapapun besarnya. Sungguh sangat matrealistis rasanya jika kesehatan rakyat Indonesia harus dikorbankan demi menaikkan pendapatan Negara.

Dengan berbagai perdebatan diatas, penulis berusaha melihat sesungguhnya perdebatan rokok seharusnya bukan berada pada ranah apakah rokok harus diberantas atau tidak, tetapi bagaimana cara mengakomodasi kehidupan orang-orang yang selama ini hidup dari rokok. Memberantas rokok sudah tidak perlu diperdebatkan lagi karena hal itu merupakan suatu keniscayaan jika masyarakat Indonesia ingin hidup lebih produktif lagi.
Olehnya itu, semoga saja gerakan pro rokok tidak lagi memperjuangkan keberadaan rokok dan semoga gerakan anti rokok tidak lagi memperjuangkan pemberantasan rokok. Semoga yang diperjuangakn adalah mengakomodasi nasib para petani, pedagang dan rakyat yang selama ini bergantung pada rokok. Penulis rasa, kita bisa ketemua pada titik tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pencarian